Kamis, 12 Juni 2014

Tifoid

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
               Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang mempelajari pengetahuan obat dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi maupun fisikanya, kegiatan fisiologinya, reabsorpsi dan nasibnya dalam organism hidup. Untuk menyelidiki semua interaksi antara obat dan tubuh manusia khususnya, serta penggunaan pada pengbatan penyakit, disebut farmakologi klinis. Ilmu khasiat obat ini mencakup beberapa bagian, yaitu farmakognosi, biofarmasi, farmakokinetika dan farmakodinamika, toksikologi dan farmakoterapi. Sedangkan obat itu sendiri adalah semua zat baik kimiawi, hewani maupun nabati yang dalam dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit berikut gejalanya.
               Demam tifoid (selanjutnya disebut tifoid saja) atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat kita, baik diperkotaan maupun dipedesaan. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kualitas yang mendalam dari Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan seperti, higiene perorangan dan higiene penjamah makanan yang rendah, lingkungan yang kumuh, kebersihan tempat-tempat umum (rumah makan, restoran) yang kurang serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat. Seiring dengan terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan akan menimbulkan peningkatan kasus-kasus penyakit menular, termasuk tifoid ini.
               Di Indonesia penyakit ini bersifat endemic dan merupakan masalah kesehatan masyarakat. Dari telaah kasus di rumah sakit besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan 500/100.000 penduduk dengan kematian antara 0,6-5 %.
               Dewasa ini penyakit tifoid harus mendapat perhatian yang serius karena permasalahannya yang makin kompleks sehingga menyulitkan upaya pengobatan dan pencegahan. Permasalannya antara lain yaitu gejala-gejala klinik bervariasi dari sangat ringan sampai berat dengan komplikasi yang berbahaya, meningkatnya kasus-kasu karier atau relaps, komorbid atau koinfeksi dengan penyakit lain, dan sampai saat ini sangat sulit dibuat vaksin yang efektif, terutama untuk masyarakat kita yang tinggal di daerah-daerah yang bersifat endemik.
               Berdasarkan kajian diatas, dirasakan sangat perlu suatu upaya terpadu dan saling memahami pada kegiatan pengobatan atau pencegahan oleh seluruh tenaga kesehatan yang terlibat dalam pengendalian penyakit ini.
  

  

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Demam Tifoid
               Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever, yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang sering kali ditularkan pada manusia oleh basil ternak. Tifus sebetulnya termasuk dalam golongan penyakit demam berhubung adanya beberapa gejala, seperti demam tinggi dan kepala sangat nyeri. Tetapi penyakit ini dibicarakan juga disini karena infeksi pertama terjadi di usus. Kuman-kuman memperbanyak diri di situ, lalu menyebar melalui limfe dan darah ke sirkulasi besar dan hati. Melalui saluran empedu basil tiba lagi dalam usus, dengan demikian infeksi dipertahankan. Diagnose dilakukan melalui persemaian darah.

B. Patogenesis
               Patogenesis demam tifoid merupakan proses yang kompleks yang melalui beberapa tahapan. Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman tersebut dapat bertahan terhadap asam lambung dan masuk ke dalam tubuh melalui mukosa usus pada ileum terminalis. Di usus, bakteri melekat pada mikrovili, kemudian melalui barier usus yang melibatkan mekanisme membrane ruffling, actin rearrangement, dan internalisasi dalam vakuola intraseluler. Kemudian Salmonella typhi menyebar ke sistem limfoid mesenterika dan masuk ke dalam pembuluh darah melalui sistem limfatik. Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya tidak didapatkan gejala dan kultur darah biasanya masih memberikan hasil yang negatif. Periode inkubasi ini terjadi selama 7-14 hari.
                     Bakteri dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan berkolonisasi dalam organ-organ sistem retikuloendotelial, yakni di hati, limpa, dan sumsum tulang. Kuman juga dapat melakukan replikasi dalam makrofag. Setelah periode replikasi, kuman akan disebarkan kembali ke dalam system peredaran darah dan menyebabkan bakteremia sekunder sekaligus menandai berakhirnya periode inkubasi. Bakteremia sekunder menimbulkan gejala klinis seperti demam, sakit kepala, dan nyeri abdomen.
                     Bakteremia dapat menetap selama beberapa minggu bila tidak diobati dengan antibiotik. Pada tahapan ini, bakteri tersebar luas di hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu, dan Peyer’s patches di mukosa ileum terminal. Ulserasi pada Peyer’s patches dapat terjadi melalui proses infl amasi yang mengakibatkan nekrosis dan iskemia. Komplikasi perdarahan dan perforasi usus dapat menyusul ulserasi.
                     Kekambuhan dapat terjadi bila kuman masih menetap dalam organ-organ sistem retikuloendotelial dan berkesempatan untuk berproliferasi kembali. Menetapnya Salmonella dalam tubuh manusia diistilahkan sebagai pembawa kuman atau carrier

C. Gejala Klinis
                     Kumpulan gejala-gejala klinis tifoid disebut dengan sindrom demam tifoid. Beberapa gejala klinis yang sering pada tifoid diantaranya adalah:
1.    Demam
Demam atau panas adalah gejala utama tifoid. Pada awal sakit, demamnya kebanyakan samar-samar saja, selanjutnya suhu tubuh sering turun naik. Pagi lebih rendah atau normal, sore dan malam lebih tinggi (demam intermitten). Dari hari ke hari intensitas demam makin tinggi yang disertai banyak gejala lain seperti sakit kepala (pusing) yang sering dirasakan di area frontal, nyeri otot, pegal-pegal, insomnia, mual dan muntah. Pada minggu ke-2 intenditas demam makin tinggi, kadang-kadang terus-menerus (demam kontinyu). Bila pasien membaik maka pada minggu ke-3 suhu badan berangsur turun dan dapat normal kembali pada minggu ke-3. Namun perlu diperhatikan bahwa demam khas tifoid tersebut tidak selalu ada. Tipe demam dapat menjadi tidak beraturan. Hal ini mungkin karena intervensi pengobatan atau komplikasi yang dapat terjadi lebih awal.
2.    Gangguan saluran pencernaan
Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama. Bibir kering dan kadang-kadang pecah-pecah. Lidah kelihatan kotor dan ditutupi selaput putih. Ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor (coated tongue atau selaput putih), dan pada penderita anak jarang ditemukan. Pada umumnya penderita sering mengeluh nyeri perut, terutama regio epidastrik (nyeri ulu hati), disertai mual dan muntah. Pada awal sering meteorismus dan konstipasi. Pada minggu selanjutnya kadang-kadang timbul diare.
3.   Gangguan kesadaran
Umumnya terdapat gangguan kesadaran yang kebanyakan berupa penurunan kesadaran ringan. Sering ditemukan kesadaran apatis dengan kesadaran seperti berkabut (tifoid). Bila klinis berat, tak jarang penderita sampai somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala psikosis (Organic Brain Syndrome). Pada penderita dengan toksik, gejala delirium lebih menonjol.
4.    Hepatosplenomegali
Hati dan limpa ditemukan sering membesar. Hati terasa kenyal dan nyeri tekan.
5.    Bradikardi relatif dan gejala lain
Bradikardi relatif tidak sering ditemukan, mungkin karena teknis pemeriksaan yang sulit dilakukan. Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh frekuensi nadi. Patokan yang sering dipakai adalah bahwa setiap peningkatan suhu 1°C tidak diikuti peningkatan frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit.
Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan pada demem tifoid adalah rose spot yang biasanya ditemukan di regio abdomen atas, serta gejala-gejala klinis yang berhubungan dengan komplikasi yang terjadi.

D. Diagnosis
                     Diagnosis dini demam tifoid dan pemberian terapi yang tepat bermanfaat untuk mendapatkan hasil yang cepat dan optimal sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi. Pengetahuan mengenai gambaran klinis penyakit sangat penting untuk membantu mendeteksi dini penyakit ini. Pada kasus-kasus tertentu, dibutuhkan pemeriksaan tambahan dari laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis.
                     Gambaran darah tepi pada permulaan penyakit dapat berbeda dengan pemeriksaan pada keadaan penyakit yang lanjut. Pada permulaan penyakit, dapat dijumpai pergeseran hitung jenis sel darah putih ke kiri, sedangkan pada stadium lanjut terjadi pergeseran darah tepi ke kanan (limfositosis relatif ). Ciri lain yang sering ditemukan pada gambaran darah tepi adalah aneosinofilia (menghilangnya eosinofil).
                     Diagnosis pasti demam tifoid berdasarkan pemeriksaan laboratorium didasarkan pada 3 prinsip, yaitu:
      1. Isolasi bakteri
      2. Deteksi antigen mikroba
      3. Titrasi antibodi terhadap organisme penyebab.
                     Kultur darah merupakan gold standard metode diagnostik dan hasilnya positif pada 60-80% dari pasien, bila darah yang tersedia cukup (darah yang diperlukan 15 mL untuk pasien dewasa). Untuk daerah endemik dimana sering terjadi penggunaan antibiotik yang tinggi, sensitivitas kultur darah rendah (hanya 10-20% kuman saja yang terdeteksi).
                     Peran pemeriksaan Widal (untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen Salmonella typhi) masih kontroversial. Biasanya antibodi antigen O dijumpai pada hari 6-8 dan antibody terhadap antigen H dijumpai pada hari 10-12 setelah sakit. Pada orang yang telah sembuh, antibodi O masih tetap dapat dijumpai setelah 4-6 bulan dan antibodi H setelah 10-12 bulan. Karena itu, Widal bukanlah pemeriksaan untuk menentukan kesembuhan penyakit. Diagnosis didasarkan atas kenaikan titer sebanyak 4 kali pada dua pengambilan berselang beberapa hari atau bila klinis disertai hasil pemeriksaan titer Widal di atas rata-rata titer orang sehat setempat.
                     Pemeriksaan Tubex dapat mendeteksi antibody IgM. Hasil pemeriksaan yang positif menunjukkan adanya infeksi terhadap Salmonella. Antigen yang dipakai pada pemeriksaan ini adalah O dan hanya dijumpai pada Salmonella serogroup D.
                     Pemeriksaan lain adalah dengan Typhidot yang dapat mendeteksi IgM dan IgG. Terdeteksinya IgM menunjukkan fase akut demam tifoid, sedangkan terdeteksinya IgG dan IgM menunjukkan demam tifoid akut pada fase pertengahan. Antibodi IgG dapat menetap selama 2 tahun setelah infeksi, oleh karena itu, tidak dapat untuk membedakan antara kasus akut dan kasus dalam masa penyembuhan.
                     Yang lebih baru lagi adalah Typhidot M yang hanya digunakan untuk mendeteksi IgM saja. Typhidot M memiliki sensitivitas dan spesifi sitas yang lebih tinggi dibandingkan Typhidot. Pemeriksaan ini dapat menggantikan Widal, tetapi tetap harus disertai gambaran klinis sesuai yang telah dikemukakan sebelumnya.

E. Diagnosis Komplikasi
                     Diagnosis untuk komplikasi tifoid adalah secara klinis, dibantu oleh pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan radiologi. Monitor selama perawatan harus terlaksana dengan baik, agar komplikasi dapat terdeteksi secara dini.
1.    Tifoid Toksik
Tifoid toksik adalah diagnosis klinis. Penderita dengan sindrom demam tifoid dengan panas tinggi yang disertai dengan kekacauan mental hebat, kesadaran menurun, mulai dari delirium sampai koma.
2.    Syok Septik
Penderita dengan sindrom tifoid, panas tinggi serta gejala-gejala toksemia yang berat. Didapatkan gejala gangguan hemodinamik seperti tensi turun, nadi halus dan cepat, keringatan yang dingin.
3.    Pendarahan dan Perforasi
Komplikasi pendarahan ditandai dengan hematoshezia. Tapi dapat juga diketahui dengan pemeriksaan laboratorium terhadap feses. Komplikasi perforasi ini ditandai dengan gejala-gejala akut abdomen dan peritonitis. Didapatkan gas bebas dalam rongga perut yang dibantu dengan pemeriksaan klinis bedah dan foto polos abdomen 3 posisi.
4.    Hepatitis Tifosa
Adalah diagnosis klinis, dimana didapatkan kelainan yakni ikterus, hepatomegali dan kelainan tes fungsi hati.
5.    Pancreatitis Tifosa
Adalah diagnosi klinis dimana didapatkan pertanda pankreastitis akut dengan peningkatan enzim lipase dan amylase. Dapat dibantu dengan USG atau CT.Scan.
6.    Pneumonia
Juga diagnosis klinis dimana didapatkan pertanda pneumonia. Diagnosis dapat dibantu dengan foto polos toraks.

F. Cara Penularan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi
                     Basis Salmonella menular ke manusia melalui makanan dan minuman. Jadi makanan atau minuman yang dikonsumsi manusia telah tercemar oleh komponen feses atau urin dari pengidap tifoid. Beberapa kondisi kehidupan manusia yang sangat berperan, pada penularan adalah:
1.    Higiene perorangan yang rendah, seperti budaya cuci tangan yang tidak terbiasa. Hal ini jelas pada anak-anak, penyaji  makanan serta pengasuh anak.
2.    Higiene makanan dan minuman yang rendah. Faktor ini paling berperan pada penularan tifoid. Contoh diantaranya adalah makanan yang dicuci dengan air yang terkontaminasi (seperti sayur-sayuran dan buah-buahan), sayuran yang dipupuk dengan tinja manusia, makanan yang tercemar dengan debu, sampah, dihinggapi lalat, air minum yang tidak dimasak, dan sebagainya.
3.    Sanitasi lingkungan yang kumuh, dimana pengelolaan air limbah, kotoran dan sampah yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan.
4.    Penyediaan air bersih untuk warga yang tidak memadai.
5.    Jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat.
6.    Pasien atau karier tifoid yang tidak diobati secara sempurna.
7.    Belum membudaya program imunisasi untuk tifoid, dll.

G. Terapi
               Terapi pada demam tifoid adalah untuk mencapai keadaan bebas demam dan gejala, mencegah komplikasi, dan menghindari kematian.  Yang juga tidak kalah penting adalah eradikasi total bakeri untuk mencegah kekambuhan dan keadaan carrier.
               Sebagai pilihan pertama digunakan kotrimoksazol 2 dd 3 tablet (1440 mg), pilihan kedua adalah amoksisilin 6 dd 1 g selama 2 minggu, juga kloramfenikol 4 dd 750 mg sampai demam hilang, lalu 4 dd 500 mg, total juga 2 minggu. Pada kasus yang parah dengan shock dan kegelisahan dianjurkan penambahan prednisolon untuk membantu turunnya demam lebih cepat serta memberikan perasaan segar dan sembuh pada pasien. Pemberian ini maksimal selama 3 hari agar jangan memperbesar resiko pendarahan usus. Pada obstipasi tidak boleh diberikan laksansia berhubung bahaya perforasi dan pendarahan.







                 Selain dengan obat-obatan juga ada cara tradisional untuk menyembuhkan penyakit typus yaitu dengan menggunakan tanaman obat yang bisa kita jumpai di lingkungan kita.
1.    Sambiloto ( Andographis paniculato)
http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRSiTL1iyLODP0QW1he4yujgjH7tKqeIdEELkNAAMmkmG-LFcj4Hw
Fungsi dari tanaman ini adalah untuk menurunkan panas atau demam, fungsi lain untuk antiracun dan antibengkak. Cukup efektif untuk meningkatkan kekebalan tubuh, serta mengatasi infeksi dan merangsang phagocytosis.
Kandungan : Laktone, Asam Kersik, Dammar dan Flavatiod.
Cara pengolahan :
Daun sambiloto segar sebanyak 10 – 15 lembar direbus dengan 2 gelas air sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin disaring, tambahkan madu secukupnya lalu diminum sekaligus. Lakukan 3 kali sehari.






2.    Bidara upas (Convolvulus mammosa)
http://kyaimbeling.files.wordpress.com/2010/02/bidara.jpg
Tanaman ini digunakan untuk mengurangi rasa sakit (analgesic), menetralkan racun dan sebagai anti radang.
Kandungan          :  Damar, Amilum (Pati), Zat Pahit dan Resin.
Bahan utama       : Umbi bidara upas secukupnya, air secukupnya dan madu 1 sendok makan
Cara Pengolahan :
Umbi dikupas, dicuci bersih, dipotong-potong dan direbus dengan air sampai mendidih. Setelah itu, saring dan dinginkan. Air diminum 2-3 kali setiap hari sampai sembuh. Bisa pula ditambahkan dengan madu murni secukupnya.



3.    Temulawak (Curcuma xanthorrhiza, Roxb.)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjNyboJkha4qoPZo7tNGF03X-VuQk0knJp5_8P9XJ1lBI6qgr2AmvbxTehuEoU2B7FuruVnMP7KtzQe_0sxk0FOlGrCYCeI2CHSswuUoA_DQbrvs1HD26pnDj3mHhgTQvEz6ZygIaYH77rh/s1600/temulawak+lengkap.jpg
Sifat dari tanaman ini adalah bakteriostatik dan bermanfaat untuk meningkatkan kekebalan tubuh serta antiflasma atau pembengkakan.
Kandungan        : Fellandrean, Turmerol, Minyak atsiri, Kamfer, Glukosida dan Foluymetik karbinol.
Bahan utama      :    Temu lawak 100 gram dan air 1000 cc
Cara pengolahan :
Temulawak dikupas, diiris tipis-tipis, dikeringkan dan ditumpuk sampai halus menjadi tepung. Tepung tersebut direbus dengan 4 gelas (1000 cc) air sampai mendidih hingga tinggal 2 gelas. Dinginkan dan saring. Air saringan diminum 2 kali sehari.



4.   Meniran (Phyanthus urinaria Linn.)
      http://jamu.biologi.ub.ac.id/wrp-con/uploads/2011/12/meniran3.jpg
  Kandungan          : Zat flantin, Kalium, Zat penyamak, Mineral dan Damar.
      Bahan utama       : 3-7 batang Tanaman meniran lengkap (akar, batang, daun dan bunga).
      Cara Pengolahan :
      Bahan dicuci bersih, kemudian diseduh dengan 1 gelas air panas. Disaring, kemudian diminum sekaligus.







H. Pencegahan
Strategi pencegahan yang dipakai adalah untuk selalu menyediakan makanan dan minuman yang tidak terkontaminasi, higiene perorangan terutama menyangkut kebersihan tangan dan lingkungan, sanitasi yang baik, dan tersedianya air bersih sehari-hari. Strategi pencegahan ini menjadi penting seiring dengan munculnya kasus resistensi.
Selain strategi di atas, dikembangkan pula vaksinasi terutama untuk para pendatang dari negara maju ke daerah yang endemik demam tifoid. Vaksin-vaksin yang sudah ada yaitu:
1.    Vaksin Vi Polysaccharide
Vaksin ini diberikan pada anak dengan usia di atas 2 tahun dengan dinjeksikan secara subkutan atau intra-muskuler. Vaksin ini efektif selama 3 tahun dan direkomendasikan untuk revaksinasi setiap 3 tahun. Vaksin ini memberikan efikasi perlindungan sebesar 70-80%.
2.    Vaksin Ty21a
Vaksin oral ini tersedia dalam sediaan salut enterik dan cair yang diberikan pada anak usia 6 tahun ke atas. Vaksin diberikan 3 dosis yang masing-masing diselang 2 hari. Antibiotik dihindari 7 hari sebelum dan sesudah vaksinasi. Vaksin ini efektif selama 3 tahun dan memberikan efikasi perlindungan 67-82%.

3.    Vaksin Vi-conjugate
Vaksin ini diberikan pada anak usia 2-5 tahun di Vietnam dan memberikan efikasi perlindungan 91,1% selama 27 bulan setelah vaksinasi. Efikasi vaksin ini menetap selama 46 bulan dengan efikasi perlindungan sebesar 89%.

















BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
              Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh adalah :
1. Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever, yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang sering kali ditularkan pada manusia oleh basil ternak. Tifus sebetulnya termasuk dalam golongan penyakit demam berhubung adanya beberapa gejala, seperti demam tinggi dan kepala sangat nyeri.
2. Diagnosis demam tifoid ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan tambahan dari laboratorium.
3. Terapi yang diberikan adalah istirahat, diet lunak, dan antimikroba. Pada saat ini, antimikroba dengan waktu penurunan demam cepat, pemberian praktis 1 kali sehari selama 7 hari, dan efek samping minimal adalah levofloxacin.
4. Diagnosis demam tifoid yang ditegakkan secara dini dan disertai pemberian terapi yang tepat mencegah terjadinya komplikasi, kekambuhan, pembawa kuman (carrier), dan kemungkinan kematian.
5. Strategi pencegahan diarahkan pada ketersediaan air bersih, menghindari makanan yang terkontaminasi, higiene perorangan, sanitasi yang baik, dan pemberian vaksin sesuai kebutuhan.

B. Saran
                    Telah diketahui beberapa faktor yang menjadi penyebab dari penyakit tifoid. Oleh karena itu, faktor tersebut dihindari untuk mencegah terjadinya penyakit tifus sejak dini.




DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011. “Demam Tifoid”, (online)(http://repository.usu.ac.pdf) Diakses pada tanggal 15 oktober 2013.

Anonim, 2012. “Lembar Fakta Penyakit Menular”, (online) (http://mhcs.health.nsw.gov.aupublicationsandresources.pdf) Diakses pada tanggal 15 oktober 2013.

Gunawan, Sulistia Gan, 2007. “Farmakologi dan Terapi Edisi 5”, Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI : Jakarta.

Mentri Kesehatan Republik Indonesia, 2006. “Pedoman Pengendalian Demam Tifoid”, No.364 :Jakarta.

RHH Nelwan, 2012. “Tata Laksana Terkini Demam Tifoid”, Continuing Medical Education, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM-Jakarta, No.4, Vol.39, Hal 247-250.

Sukandar, Ellin Yulinah,dkk. 2009. “Iso Farmakoterapi”. PT ISFI Penerbitan : Jakarta

Tjay, Tan Hoan dan Raharja, Kirana. 2012. “Obat-Obat Penting Edisi ke-V”. PT.Alex Media Komputindo Kelompok Gramedia : Jakarta


Share this

0 Comment to "Tifoid"

Posting Komentar

Komentar Anda Adalah Motivasi Untuk Saya